3.6 Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai

Selasa, 26 JAnuari 2021

Sistematika dan Kebahasaan dalam Kritik dan Esai 

Kritik sastra adalah karangan yang ditujukan untuk menanggapi suatu hal. 

- Esai adalah karangan pribadi tentang apa saja. Ketika menulis kritik dan esai, kita perlu memperhatikan sistematika dan kaidah kebahasaan. 

Berikut ini penjelasan singkat sistematika dan kebahasaan kritik dan esai: Dalam Keterampilan Menulis (2016) karya H Dalman, mengarang adalah proses pengungkapan gagasan, ide, angan-angan, dan perasaan yang disampaikan. Melalui unsur-unsur bahasa (kata, kelompok kata, kalimat, paragraf, dan wacana yang utuh) dalam bentuk tulisan. Karangan kritik akademis maupun nonakademis memiliki kesamaan, yaitu berisi tanggapan atau komentar mengenai obyek atau subyek tertentu.  

Sistematika dan kebahasaan kritik sastra 

Berikut ini sistematika kritik sastra, yaitu: 

1.Interpretasi: membaca dan menafsirkan makna yang didapat setelah membaca atau menelaah hal yang akan dikritik. Menafsirkan makna juga dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur yang membangunnya. 

2. Analisis: menelaah mana saja yang menjadi kelemahan dan kelebihannya. Analisis harus dilakukan berdasarkan data yang terdapat objek atau subjek yang dikritik, dengan metode dan teori yang berkaitan. 

Penulisan kritik harus obyektif, sehingga gaya kepenulisan dan pandangan pribadi penulis harus dibatasi. Kritik dapat menjadi koreksi atau penilaian. Oleh sebab itu, penulisannya sebisa mungkin dapat dicerna dengan baik oleh khalayak. 

Kritik menekankan pada detail dan terdapat kaidah kebahasaan tersendiri. Sehingga seringkali tidak dapat dibaca dengan santai seperti esai. 

Berikut ini beberapa kaidah kebahasaan kritik:

1. Menekankan pada detail sehingga memakai kalimat kompleks. Terdiri dari anak kalimat dan induk kalimat. 

2. Penggunaan kalimat konteks membutuhkan konjungsi atau kata penghubung. 

3. Bahasa baku sesuai kaidah bahasa Indonesia dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dalam beberapa kritik akademik, penulisan kritik menyerupai karya ilmiah. 

4. Gaya bahasanya menekankan pada argumentasi dan eksposisi. 

5. Dilengkapi dengan rujukan atau referensi. 

Sistematika dan kebahasaan esa

F. Rahardi dalam Panduan Lengkap Menulis Artikel, Feature, dan Esai (2006) mengungkapkan, dalam ilmu jurnalistik, esai adalah analisis penulis yang diambil dari sudut pandang beberapa disiplin ilmu, dengan subyektivitas yang khas dari penulisnya. 

Esai berbeda dengan opini yang menekankan pendapat pribadi. Esai mengutamakan analisis dengan bantuan teori atau disiplin ilmu tertentu. 

Meski penulis esai memiliki karakteristik dan gaya kepenulisannya masing-masing, tetapi tidak lepas dari sistematika esai. 

Berikut ini sistematika esai, yaitu: 

1. Pendahuluan: berisi latar belakang, informasi, atau identifikasi dari subyek atau obyek yang akan dibahas. 

2. Tubuh esai: narasikan gagasan yang hendak disampaikan. Narasi tersebut dapat disampaikan melalui sub topik atau penjelasan. 

3.Kesimpulan: sebutkan ulang topik yang ingin disampaikan dengan ringkas dilengkapi dengan hasil observasi, penilaian, atau sudut pandang penulis. 

Sedangkan, kaidah kebahasaan esai adalah: 

1. Menggunakan kalimat yang efektif dengan susunan SPOK (Subjek, Predikat, Obyek, dan Keterangan) yang jelas.

2. Bahasa baku sesuai kaidah bahasa Indonesia dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Tujuannya agar esai dapat dibaca dan dipahami banyak orang. 

3. Pengungkapan ide atau gagasan disampaikan secara runtun dan logis. Pola pikir penulis esai dapat ditengarai dari logis tidaknya sebuah tulisan. 

4. Menghindari kalimat panjang bertele-tele. Gunakan kalimat pendek dengan pemakaian kata seperlunya. Sehingga gagasan dapat dicerna dengan baik oleh pembaca. 

5. Menggunakan kata rujukan atau referensi.

Berikut ini contoh kritik dan esai:👇👇👇

Membuat kritik dan esai dapat membantu kita melatih kemampuan menulis. Menulis merupakan cara efektif untuk menata logika berpikir dan mengasah kepekaan.

                                                            Mengupas Tuntas Siberut 

Siberut, beserta orang-orang di dalamnya menyimpan sejarah perlawanan yang panjang terhadap kekuasaan dan politik ekologi di Indonesia. Ia merupakan salah satu pulau paling besar di Kepulauan Mentawai. Dari sanalah Darmanto dan Abidah Billah Setyowati bertemu dalam satu pembahasan. Darmanto merupakan peneliti perladangan tradisional Mentawai, yang juga bekerja sama dengan UNESCO (United Nation Educational Scientific and Cultrural Organization). Darmanto pertama kali menjejakan kaki di Siberut tahun 2003. Sedangkan Abidah menyelesaikan tesis untuk Universitas Hawaii. Pada awal pembuatan buku ini, sekitar tahun 2007, mereka menghabiskan tiga tahun untuk menjabarkan perebutan kekuasaan yang kompleks di Hutan Siberut. Mereka pun menyusun Berebut Hutan Siberut: 

Orang Mentawai, Kekuasaaan, dan Politik Ekologi (2012). Buku ini terdiri dari sepuluh bab. Masing-masing bab memiliki satu pembahasan yang utuh dan dapat dibaca secara terpisah. Namun penempatan urutan bab memudahkan pembaca mengenal Siberut beserta kompleksitasnya secara sistematik dan lebih mendalam. 

Pembaca akan mengenal sejarah panjang Siberut pada lima bab awal. Sedangkan pada lima bab setelahnya, lebih banyak menceritakan Orang Siberut serta interaksinya terhadap kekuasaan lain.
Semua hubungan tersebut tercampur baur dalam politik ekologi. Di mana hutan tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, begitu juga sebaliknya. Namun yang harus diperhatikan adalah bagaimana manusia memperlakukan hutan tersebut. Apa yang terjadi dengan Siberut tentu masih sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Di mana kekuasaan memegang peran besar dalam kendali terhadap hutan maupun lahan. 

Orang Siberut, pemerintah, maupun perusahaan memiliki kepentingan tersendiri terhadap hutan. Mana yang harus dibela? Buku ini tidak mengungkapkannya. Ia hanya memaparkan kondisi sebenarnya sehingga pembaca dapat menyimpulkan sendiri. 

Buku ini baik dalam mengungkapkan seluk-beluk suatu wilayah secara gamblang. Ia mengungkapan suatu hubungan antara hutan dan kekuasaan yang membayanginya. Baik itu kekuasaan oleh penduduk asli, pemerintah, perusahaan, atau lainnya. Namun, masih terdapat beberapa narasi yang kering. Mungkin itu karena ada beberapa kutipan panjang yang ditampilkan dalam satu paragraf, tanpa narasi yang lebih detail. Kurang lebih bentuknya sama seperti tesis. Tentu hal ini tidak mengurangi kecukupan informasi pembaca mengenai Siberut. Namun, untuk ukuran buku, narasi yang menarik tentu akan sangat membantu. 

Apa yang Darmanto dan Abidah suguhkan dalam buku ini sangat berguna bagi mereka yang bergelut dalam gerakan masyarakat, reforma agraria, serta ketegangan antar kekuasaan bekerja. Pembacaan yang gamblang pada suatu perebutan hutan, menjadi pelajaran penting untuk menentukan keberpihakan.

Contoh esai :

                                   Mengenal Zine, Media untuk Mencurahkan Pikiran 

Pada 9 Desember 2019, ada pameran Zine Fest di Museum Huruf Jember. Saya baru pertama kali mendengar istilah zine. Ketika saya dan teman-teman berkunjung ke pameran, rupanya zine berisi kumpulan tulisan dan gambar yang dijadikan satu menyerupai buletin atau majalah. 

Zine merupakan wujud yang lebih sederhana dari magazine (majalah). Zine lebih sederhana karena bebas, dan tidak terikat pada kaidah penyusunan suatu media. Perbedaannya jelas terlihat dari gaya bahasa, tema yang dibahas, bahkan format zine. 

Terdapat sekitar 500 zine yang dipamerkan. Zine yang dipamerkan, dikirim oleh pegiat zine berbagai kota. Kota tersebut antara lain Jakarta, Bekasi, Bandung, Sidaoarjo, Surabaya, Malang, Banyuwangi, Ngawi, Mojokerto, Yogyakarta, Semarang, Pati dan Solo. Dengan mengganti biaya fotokopi seharga Rp. 3.500,00, kita bisa membawa pulang zine yang menurut kita menarik. Selain pameran, beberapa kegiatan juga digelar dalam Zine Fest. Kegiatan tersebut antara lain workshop dan diskusi zine, workshop fermentasi apel, dan workshop tato. 

Saya mengikuti diskusi tentang zine. Pematerinya Didi Painsugar dan Yudo. Keduanya adalah pegiat zine. Masing-masing memberi pandangan tentang zine, pengalaman membuat zine, juga cerita tentang komunitasnya. Melalui serangkaian acara Zine Fest, saya mengenal sebuah media alternatif. Media di mana semua orang dapat menyampaikan pemikirannya, tanpa ada batasan. Di tengah krisis kebebasan berpendapat, saya bersyukur masih ada ruang-ruang alternatif semacam ini.

Silakan tinggalkan komentarnya ya...
Terimakasih.


Comments

  1. Nama : Jose Lanang Sadewa

    Ok Madame, Jose akan pelajari materinya yang di berikan Madame hari ini

    ReplyDelete
  2. Milka Hani Wirawan (XII-MIPA/10)
    Terima kasih madame atas materinya, semoga bisa bermanfaat untuk saya dan teman teman yang lain.

    ReplyDelete
  3. Nama : Yoshua Dharmawan

    Saya akan memahaminya

    ReplyDelete
  4. Milka Hani Wirawan (XII-MIPA/10)
    Terima kasih madame atas materinya, semoga bisa bermanfaat untuk saya dan teman teman yang lain.

    ReplyDelete
  5. Trimakasi madam atas materi yang diberikan kepada saya

    ReplyDelete
  6. argosetya/01
    trimakasih madame atas materinya

    ReplyDelete
  7. Febri kurnia hulu

    Trimakasi madam atas materi untuk belajar

    ReplyDelete
  8. Saya akan memahami materi yang madame berikan

    ReplyDelete
  9. Terima kasih madame untuk materinya

    ReplyDelete
  10. Terima kasih madame untuk materinya

    ReplyDelete
  11. Terima kasih madame untuk materinya

    ReplyDelete
  12. Terima kasih madame untuk materinya

    ReplyDelete
  13. Terimakasih madame untuk materinya

    # Kristina.A/XIImipa/07

    ReplyDelete
  14. Ayu Patricia A/02/12mipa
    Terimakasih materinya madame,saya akan berusaha memahami materinya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Demander quelqu’un de faire quelque chose et interdiction (meminta seseorang untuk melakukan sesuatu dan melarang)

3.3 Mencontohkan tindak tutur untuk mengajak /mengundang, menerima dan menolak ajakan (inviter quelqu’un, accepter et refuser une invitation) dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan pada teks interaksi lisan dan tulis